RENDAHNYA MINAT BACA SISWA / PELJAR
RENDAHNYA MINAT BACA
A. Pentingnya Membaca
Membaca adalah kegiatan
dengan panca indra mata yang kemudian diproses lebih lanjut menggunakan akal.
Membaca adalah kegiatan menggali informasi dari tulisan. Membaca sangat
bermanfaat untuk kita, selain meningkatkan pengetahuan juga membuat wawasan
kita menjadi luas. Dengan membaca kita dapat mengetahui berbagai pengetahuan,
tanpa harus melihatnya secara langsung. Menurut Anderson dan kawan-kawan
(1985), membaca merupakan dasar keberhasilan seseorang, bukan saja di sekolah,
tetapi juga di segala bidang kehidupan.
Soedarso berpendapat bahwa
membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar
tindakan yang terpisah-pisah meliputi orang harus menggunakan pengertian dan
khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Kebiasaan membaca adalah ketrampilan
yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan ketrampilan bawaan. Oleh
karena itu kebiasaan membaca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan. Untuk
tujuan akademik membaca adalah untuk memenuhi tuntutan kurikulum sekolah atau
perguruan tinggi. Buku sebagai media transformasi dan penyebarluasan ilmu dapat
menembus batas-batas geografis suatu negara, sehingga ilmu pengetahuan dapat
dikomunikasikan dan digunakan dengan cepat di berbagai belahan dunia. Salah
satu tajuk di situs Antara News yang memberitakan bahwa budaya membaca
masyarakat Indonesia terendah diantara 52 negara di kawasan Asia Timur
berdasarkan data yang dilansir Organisasi.
Buku adalah jendela dunia.
Kalimat yang sering kita dengar dari kecil hingga dewasa. Tanpa harus
berkeliling dunia, membaca buku dapat mengetahui sesuatu yang menakjubkan
tentang dunia luar. Membaca merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia. Membaca juga dapat menjauhkan kita dari jurang
kebodohan dan menjauhkan pula dari kemiskinan.
B. Faktor Penyebab Rendahnya Minat Baca
Faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca dapat bersifat
personal dan institusional. Faktor
personal antara lain: inteligensi usia, jenis kelamin, kemampuan membaca,
sikap, dan kebutuhan psikologis. Sedangkan faktor institusional antara
lain tersedianya bacaan yang sesuai,
latar belakang status sosial ekonomi, dan kelompok etnis serta pengaruh teman
sebaya, orang tua, guru, televisi, dan film (Hariss dan Sipay, 1980: 519 dan
521).
Faktor penyebab rendahnya
minat baca dikalangan remaja antara lain:
1. Lingkungan
Lingkungan
adalah faktor utama dalam pembentukan
kepribadian seseorang, lingkungan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
a. Lingkungan
keluarga
Lingkungan
yang pertama kali kita kenal adalah lingkungan keluarga. Oleh karena itu
lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat utama dalam mempengaruhi
pribadi seseorang. Sosok ibu merupakan
memegang peran penting dalam menanamkan karakter anaknya.
Nenek
kita mewariskan kebiasaan yang kurang
baik kepada anak cucunya yaitu kebiasaan memberikan informasi dengan
lisan seperti berdongeng dan bercerita sebagai penghantar tidur. Begitu pula
dengan orang tua sekarang. Mereka lebih senang menonton televisi, mendengarkan
radio dan berbincang-bincang dalam
menggali informasi. Sehingga tidak meneladankan kebiasaan membaca kepada
anaknya. Teladan atau contoh penting dilakukan dalam penanaman nilai
nasionalisme untuk anak usia dini. Anak-anak cenderung menjadikan model dalam
bertingkah laku. Setiap perilaku orang yang dijadikan model bagi anak akan
diamatidan lama kelamaan akan ditiru daam perilaku anak sehari hari.[1][5]
b. Lingkungan
masyarakat
Dalam
melakukan aktivitas ataupun rutinitas keseharian kita lebih berkecimpung dalam
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat turut menyumbang
peran yang besar pula. Lingkungan masyarakat dapat kita sebut teman, sahabat,
dunia kerja, dan masyarakat itu sendiri. Seseorang yang memiliki teman yang
suka menunda-nunda tugas, suka mbolos dan senang berbelanja akan ikut terbawa
dengan kebiasaan-kebiasaan buruk temannya. Oleh karena itu lingkungan
masyarakat memiliki peranan penting dalam membentuk kebiasaan dan karakter
kita.
2. Teknologi yang semakin
canggih
Perkembangan teknologi
khususnya teknologi informasi sekarang ini semakin canggih. Akan tetapi tidak
diimbangi dengan penggunaan, pengawasan, pengendalian yang baik. Generasi muda merupakan pengguna terbesar
kemajuan teknologi informasi ini. Tersedia banyak media hiburan seperti TV, komputer,
handphone, VCD, tape recorder, dan lain–lain sangat memanjakan penggunanya. Tanpa
kita sadari kemanjaan sangat menyita waktu. Sehingga generasi muda kita
terlelap dalam kemanjaan dan tidak memiliki waktu untuk kegiatan membaca.
3. Siswa kurang didorong membaca untuk belajar (
reading to learn )
Kebanyakan
dari pembelajaran yang digunakan hanya menggunakan model penjelasan, siswa
tidak diarahkan untuk mencari materi atau membaca buku referensi sehingga
cenderung pasif hanya sebagai penerima saja, dan tidak ada keinginan atau untuk
berusaha membaca untuk belajar.
4. Kurangnya Kesadaran
Meskipun
kedua faktor di atas tidak ada, hobi membaca tidak akan tercipta jika kita
tidak menanamkan kesadaran akan manfaat membaca. Namun sebaliknya, meskipun
kedua faktor di atas ada, jika
masing-masing individu menanamkan rasa kesadaran akan pentingnya membaca, tentu
saja hobi membaca akan muncul dalam diri kita dan membaca akan menjadi
kebutuhan bagi diri kita.
5.
Rendahnya Motivasi
Motivasi dari berbagai pihak amat dibutuhkan. Di
sekolah motivasi dan tauladan dibawa oleh sosok guru. Akan tetapi faktanya saat
disaat waktu senggang seperti istirahat guru lebih banyak menghabiskan untuk
ngobrol, merokok, menonton televisi ataupun bermain catur. Di rumah sosok orang
tua sangat berperan dalam memberi motivasi membaca. Motivasi terpokok yaitu
motivasi dari diri sendiri yang harus ditumbuhkan sehingga dapat memberikan
pedoman yang kuat dan tetap konsisten untuk senantiasa membaca.
Data
dari Kepala Subbidang Kerjasama Perpustakaan Nasional RI memperlihatkan pada
1995-1999 buku sumbangan dari PBB dan Bank Dunia hanya dibaca oleh 536 orang,
dengan kecenderungan kian menurun dari 161 pembaca pada tahun 1995, 134 pembaca
pada tahun 1996, 76 pembaca tahun 1997,
dan 81 pembaca tahun 1999. Hal itu menunjukkan motivasi atau kesadaran
akan pentingnya membaca belum tertanam dengan baik dalam generasi muda
Indonesia[2][6].
6. Kondisi
perpustakaan masih lemah
Kondisi
perpustakaan di Indonesia sekarang secara umum masih lemah. Daud (dalam
Adiningsih, 2002) menjelaskan banyak ulasan tentang begitu menyedihkanya
kondisi perpustakaan di Indonesia. Misalnya perpustakaan Yayasan Hatta di
Yogyakarta sudah kehilangan daya tarik sebagai sumber ilmu pengetahuan. Koleksi
buku yang berjumlah 410.147 eksemplar kian menyusut karena ada 40% buku tidak kembali,
serta kegiatan ilmiah terhenti[3][7].
7. Kurangnya referensi buku di perpustakaan
“Ketersediaan buku merupakan faktor utama dalam upaya menciptakan suasana
yang kondusif untuk membaca” (Harjasujana dan Misdan, 1987: 87). Referensi buku
yang terbatas menyebabkan minat baca di kalangan generasi muda menurun,
jangankan untuk membacanya, mendatanginya pun enggan karena terbatasnya
referensi buku–buku di perpustakaan. Berdasarkan
penelitian Deputi Pengembangan Perpustakaan Nasional RI (Adiningsih, 2002) baru menunjukkan 5% dari sekitar 300.000
sekolah SD hingga SMU/SMK di Indonesia serta baru 20% dari 66.000
desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai[4][8].
8. Suasana Perpustakaan
yang kurang nyaman
Penataan ruangan, penataan buku yang kurang rapi
menjadi alasan seseorang enggan untuk pergi ke perpustakaan dalam rangka
membaca dan mencari sumber referensi. Selain itu pelayanan, pencahayaan dan
sirkulasi udara juga turut menjadi pertimbangan seseorang akan mengunjungi
perpustakaan. Faktor ini dapat menjadikan seseorang yang awalnya sudah berniat
ataupun sudah mengunjungi perpustakaan akan enggan melanjutkan kegiatannya di
perpustakaan.
Bukti paling dekat, laporan Jajak Pendapat Kompas
(20/11/2006), tentang Minat Baca warga Jateng, dengan sampel: Kota Semarang,
Solo, Purwokerto, dan Tegal. Sekitar 77,53 persen responden, mengisi waktu
luang dengan membaca teks non buku. Bahkan sekitar 20,30 persen responden
meluangkan waktu senggangnya tanpa membaca apa pun. Tidak kurang dari 67,16 persen responden tidak pernah
mengujungi perpustakaan, dan 58,21 persen responden tidak pernah menganggarkan
gaji per bulannya untuk membeli buku[5][9].
C. Dampak Rendahnya Minat Baca
Faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya minat baca
di kalangan genarasi muda, akan membawa dampak yang merugikan. Adapun dampak
yang ditimbulkan dari rendahnya minat baca anatara lain :
1.
Mengalami kesulitan memahami, menguasai, mentransfer, dan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk produksi barang dan jasa bermutu[6][10].
2.
Generasi muda akan mudah dipengaruhi atau didoktrin oleh pemahaman–pemahaman
yang negatif.
Keterbatasan ilmu pengetahuan menjadikan seseorang
memiliki dasar yang dangkal. Seseorang seperti ini pastilah akan mudah
dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman yang negatif.
3.
Tidak berkembangnya kreativitas.
Kreatifitas akan muncul apabila seseorang mengembangkan
pola berfikir serta tanggap terhadap lingkungan sekitar. Pengembangan pola
berfikir ini diperoleh dalam kegiatan membaca. Pola fikir yang berkembang
menjadikan tanggap terhadap lingkungan sehingga memunculkan ide-ide
kreatif.
4.
Tidak mengetahui informasi terbaru atau kurang update sehingga sulit untuk memajukan diri sendiri maupun
lingkungan.
5.
Generasi muda menjadi miskin akan wawasan, karena tidak adanya kefahaman dan
wawasan yang cukup terhadap ilmu pengetahuan dan mengenai apa yang terjadi.
Remaja cenderung kurang peduli terhadap apa yang terjadi disekitarnya dan
memilih menutup diri mementingkan trend
yang sedang hangat.
6.
Bangsa akan kehilangan aset terpenting yaitu para pemuda, karena para pemuda
tidak menumbuhkan rasa cinta terhaadap bacaan sejarah dan kemerdekaan yang
telah diperjuangkan oleh pahlawan pendahulu.